FAUNA ENDEMIK INDONESIA BAGIAN TIMUR
WALLABI
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mamalia
Ordo: Diprotodontia
Famili: Macropodidae
Nama ilmiah spesies ini adalah Macropus agilis dan biasa disebut agile wallabi dalam bahasa Inggris.
Marsupialia ini hidup di savana berdataran rendah dan bersarang di vegetasi yang rimbun.
Walabi suka hidup berkelompok, terdiri dari kurang lebih 10 individu dalam setiap kelompok dan tidak menutup kemungkinan setiap kelompok yang ada bergabung membentuk suatu kelompok yang lebih besar (IUCN, 2008).
Walabi merupakan marsupialia terbesar yang ditemukan di Papua.
Wallabi nampak mirip kangguru tapi lebih kecil, panjang tubuh 60-70cm dan berat 6-8 kg, jika diperhatikan nampak mempunyai ciri-ciri khas, tubuhnya tertutup oleh mantel rambut yang berwarna abu-abu kecoklatan,
beberapa bagian nampak lebih terang yaitu leher bagian bawah ke arah ekor, sampai ujung ekor.
Kepala tampak runcing, telinga tegak. Kaki belakang berukuran panjang, besar dan kuat yang difungsikan untuk melompat dan membela diri, sedangkan kaki depan selain untuk membantu berjalan juga dapat difungsikan sebagai alat gerak.
Mempunyai kantung di bagian depan perut yang difungsikan untuk berlindung dan perawatan anaknya.
Mamalia ini hidup di dalam kelompok besar, struktur keluarga pemimpin , jantan dominan dan anggota kelompok.
Kelompok terdiri dari generasi tua, muda dan anak-anak.
Suksesi perebutan posisi jantan dominan terjadi saat musim kawin, sedang pimpinan selalu ditempati betina paling tua dan sehat.
Peran pimpinan dalam kelompok yakni memberikan aba-aba jika kelompoknya dalam keadaan bahaya atau normal kembali.
Setelah perkawinan, betina akan bunting selama 29-38 hari, anaknya dilahirkan pada bulan Januari dan Juli,
selalu 1 ekor, ukuran sebesar kelingking jari orang dewasa.
Anak satwa ini selalu bergerak ke arah kantung dan menyusu hingga tumbuh dan mampu mandiri.
Di habitatnya satwa ini mencari pakan pada waktu siang hari, jenis pakan rumput, ubi, tunas dan daun.
Wallaby tersebar di pulau Irian Jaya dan Papua Nugini.
Macropus agilis merupakan spesies khas Papua (Indonesia), Papua New Guinea, dan Australia.
Ketiganya memiliki vegetasi khas yang mirip sehingga Walabi secara alami hanya berkembang di ketiga wilayah tersebut.
Ada dua kemungkinan persebaran Walabi menurut para ahli, yang pertama yakni lepasnya Walabi yang dibawa dari Australia sebagai peliharaan dan kemudian berkembang biak di alam bebas Papua (Flannery, 1995).
Kemungkinan kedua adalah ketika permukaan air laut surut sekitar 14000-17000 tahun yang lalu sehingga padang rumput membentang dari utara Australia menuju dataran rendah di selatan Papua dan hal tersebut memungkinkan persebaran Walabi dari Australia ke Papua (Menzies, 2011).
Daerah berwarna Kuning merupakan daerah persebaran Hewan Wallaby
Dalam IUCN Red List tahun 2008, Walabi dinyatakan dalam kondisi least concern, namun jumlahnya terus menurun secara global.
Di Papua, upaya konservasi Walabi dilakukan di Taman Nasional Wasur, Merauke. Meski berada dalam tangkaran suatu taman nasional, keberadaan Walabi tetap terancam.
Menurut Saragih (2008), TN Wasur merupakan taman nasional yang di dalam kawasannya masih terdapat penduduk asli yang menggantungkan hidupnya pada hasil yang diperoleh dari alam untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Namun, seiring berjalannya waktu, Walabi tidak hanya diburu untuk dimakan tapi juga untuk dijual. Untuk Walabi dewasa harga jualnya berkisar antara Rp 35000-45000/kg. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan perburuan Walabi.
Maraknya penujualan Walabi juga dikarenakan harganya lebih murah dibanding sumber protein lainnya, seperti daging ayam dan sapi.
Dari informasi yang diperoleh Saragih (2008), diketahui bahwa satu orang pedagang menjual 35-45 ekor/hari. Selain dikonsumsi dagingnya, kulit Walabi juga dimanfaatkan untuk membuat dompet.
Sementara itu, telapak kakinya dijadikan gantungan kunci dengan harga sekitar Rp 30000-50000/buah. Tidak hanya itu, tulang Walabi pun dijadikan sebagai sendok (Antara News, 2011).
Comments
Post a Comment